Luis Gedi made his living by working in a shop in Abepura before he was arrested and sentenced to 15 years’ imprisonment following the violence which occurred on 16 March 2006. A picket had started the day before, demanding the closure of the Freeport mine in Tembagapura and the withdrawal of security forces from the area. The Justice and Peace Secretariat (Sekretariat Keadilan dan Perdamaian, SKP) published a detailed daily chronology of the events as they unfolded in 2006, later compiled into a book entitled “Memoria Passionis di Papua.” They record that clashes began at 12:15 on 16 March as some demonstrators threw stones and bottles at the police. The confrontation intensified as police tried to storm the blockade, and three policemen and one Air Force Intelligence officer died in the fighting. Another policeman died from his injuries a few days later on 22 March.

After the clashes, SKP reports that the police Mobile Brigades (Brigade Mobil, known locally as Brimob) carried out a sweeping operation along the road and into the mountains, entering houses and dormitories. Any Papuan they came across was beaten and brought to the Jayapura City Police Headquarters. The next day the sweeping continued, commencing at 08:00 with the police shooting wildly. By the end of the day, 73 people had been arrested. Most reports published later by human rights groups claim that one or two civilians were killed in these reprisals, alongside many injured.

We were unable to find information which outlines the exact circumstances of Luis Gedi’s arrest, but the Indonesian Working Group on Advocacy against Torture has detailed the torture he was subjected to on 16 and 17 April. Mr Gedi was reportedly punched on his left cheek, kicked with jackboots, slapped, struck with a rubber baton and wooden beams, and burned with cigarettes. The torture left him with bruises all over his body and serious damage to his eye. Some police officers identified as perpetrators include: First Sergeant Alex Suripati, Second Sergeant Irwan, Second Sergeant Taufik and First Sergeant Amir. No lawyers or legal counsel were permitted to be present during Mr Gedi’s interrogation, and his family were also barred from visiting him.

The SKP chronology relates that on 20 March Paulus Waterpauw, the director of the Papuan Criminal Investigation Bureau (Reskrim Polda Papua), said that two of the suspects, Luis Gedi and Ferdinand Pakage, had admitted to attacking the police on 16 March.

23 people were charged in total, but Mr Gedi and Mr Pakage were given the heaviest charges of all: Article 212 in conjunction with article 214, paragraph 2, which refers to resisting members of the security forces in the performance of their duties, resulting in loss of life of a security force member. This information comes from an update on the case published by the SKP on 12 June 2006.

Evidence documented by human rights lawyers and investigators strongly suggests that any confessions relating to this case were made under torture. When the Alliance of Democracy for Papua (Aliansi Demokrasi untuk Papua, ALDP) spoke to Luis Gedi in 2012, he reportedly maintained that he was not involved in the killings, as he had done from the beginning of the trial process. When journalist Andreas Harsono met Mr Pakage and Mr Gedi in prison, he was also told by Mr Gedi that he had been forced to admit to the murder of policeman Rahman Arizona, and to give the police another name. Under torture, he gave the name of his friend, Mr Ferdinand Pakage.

After the trial, the ‘Advocacy team for the Abepura clash of 16 March 2006,’ published a report into the trial proceedings. Their report claimed that the prosecutor and judges were focussed on reaching an outcome that was already decided. The prosecutors and judges also reportedly based their arguments on the initial dossiers which had been prepared during the police investigation, ignoring the fact that most of the defendants refuted the contents of those dossiers as they contained statements made under torture. The atmosphere during the trial was said to be intimidating, with several uniformed and plain-clothes police and intelligence agents present at each session. At two of the sessions, on 17 and 24 May, defendants were injured or received death threats from Brimob members, after they rejected the indictments. On 12 July, members of the Brimob unit brought two family members of the policemen who had died in the incident to the detention room where they produced a knife and threatened the defendants to confess that they had murdered their relative.

An alert issued by Amnesty International relates that four of the defence lawyers involved in the case and three people from human rights groups working on the case were followed and received intimidating messages via SMS, including death threats.

The Advocacy Team’s report also notes that the 15-year sentence handed down to Luis Gedi was three years in excess of the 12-year sentence requested by the prosecutor.

When ALDP met Mr Gedi in late 2011, he was being allowed to leave the prison from time to time, to buy equipment for the cleaning work he was doing, to visit his family and to tend his parents’ graves. He was hopeful that he would be eligible for conditional discharge in 2013.

Luis Gedi was released on 21 May 2013, after 7 years, 2 months and 5 days in prison under the condition that he reports to the police until 2016.

Sources
Advocacy team for the Abepura clash of 16 March 2006, “The report of the hearing of the case relating to the clash in Abepura on 16 March 2006 in the Abepura state court,” 21 August 2006, http://www.faithbasednetworkonwestpapua.org/userfiles/files/FurtherReading/GFSR(1).pdf

Aliansi Demokrasi untuk Papua, “Luis Gedi: Saya Belajar Tidak Menyimpan Dendam,” 17 December 2011, http://www.aldepe.com/2011/12/luis-gedi-saya-belajar-tidak-menyimpan.html

Amnesty International, ASA 21/015/2006, 5 September 2006, http://amnesty.org/en/library/asset/ASA21/015/2006/en/ada1adfd-f9d4-11dd-b1b0-c961f7df9c35/asa210152006en.pdf

Andreas Harsono, “Belajar Dari Filep Karma”, 24 February 2011, http://www.andreasharsono.net/2010/11/belajar-dari-filep-karma.html

Indonesian Working Group on Advocacy against Torture, “Annex-Shadow Report,” May 2008, http://www.elsam.or.id/downloads/1266673146_Annex_Shadow_Report_CAT.pdf

SKP Jayapura, “Memoria Passionis di Papua 2006,” 2008, http://www.papuaweb.org/dlib/baru/skp-2008-mp2006.pdf

SKP Jayapura, “Civil rights of Abepura 16 March 2006 suspects threatened,” 12 June 2006, http://lists.topica.com/lists/[email protected]/read/message.html?sort=d&mid=812195950&start=28650

Majalah Selangkah, “Politik, Hukum & HAM Tapol Papua, Luis Gedi Bebas,” 21 May 2013, http://majalahselangkah.com/content/tapol-papua-luis-gedi-bebas

Tabloid Jubi, “Tahanan Politik Luis Gedi Bebas Bersyarat,” 21 May 2013, http://tabloidjubi.com/2013/05/21/tahanan-politik-luis-gedi-bebas-bersyarat/ Luis Gedi mencari nafkah dengan bekerja di sebuah toko di Abepura sebelum ia ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara 15 tahun setelah kekerasan yang terjadi pada tanggal 16 Maret 2006. Aksi pemogokan dimulai sehari sebelumnya, menuntut penutupan tambang Freeport di Tembagapura, Timika, dan penarikan polisi serta militer dari wilayah tersebut. Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) kemudian menerbitkan kronologi rinci harian tentang peristiwa yang berlangsung, yang kemudian disusun dalam sebuah buku “Memoria Passionis di Papua.” Mereka mencatat bahwa bentrokan dimulai pukul 12:15 pada 16 Maret saat beberapa demonstran melemparkan batu dan botol ke polisi. Konfrontasi intensif mulai terjadi ketika polisi mencoba menyerbu blokade, dan tiga anggota polisi dan satu perwira petugas intelijen Angkatan Udara tewas dalam bentrokan tersebut. Seorang anggota polisi lainnya tewas akibat luka-lukanya beberapa hari kemudian pada tanggal 22 Maret.

Setelah bentrokan, SKP melaporkan bahwa Brimob melakukan operasi sweeping di sepanjang jalan dan menuju ke arah gunung-gunung, memasuki rumah-rumah dan asrama-asrama. Setiap orang Papua yang ditemukan dipukuli dan dibawa ke markas Polda Papua di Kota Jayapura. Hari berikutnya sweeping diteruskan, dimulai pukul 08:00 dengan penembakan membabi buta oleh polisi. Pada penghujung hari, sebanyak 73 orang ditangkap. Berbagai laporan yang diterbitkan kemudian oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia mengklaim bahwa satu atau dua warga sipil telah tewas dalam bentrokan tersebut disamping banyak pula yang mengalami cedera.

Kami tidak dapat menemukan informasi yang menguraikan secara rinci kejadian penangkapan Luis Gedi, akan tetapi Kelompok Kerja Indonesia pada Advokasi Menentang Penyiksaan telah mengurai penyiksaan yang dialaminya pada tanggal 16 dan 17 April. Gedi dilaporkan ditinju di pipi kirinya, ditendang dengan Sepatu Lars, ditampar, dipukul dengan karet mati dan balok kayu, dan disundut dengan rokok. Penyiksaan itu meninggalkan tanda memar di seluruh tubuhnya dan kerusakan serius pada matanya. Beberapa petugas polisi diidentifikasi sebagai pelaku yaitu: Sersan Satu Alex Suripati, Sersan Dua Irwan, Sersan Dua Taufik dan Sersan Satu Amir. Tidak ada pengacara atau penasihat hukum yang diizinkan mendampingi selama Gedi dinterogasi, dan keluarganya juga dilarang mengunjunginya.

Dalam kronologi yang dikeluarkan oleh SKP dituliskan bahwa pada tanggal 20 Maret Paulus Waterpauw, Direktur Reserse Kriminal Polda Papua (Reskrim Polda Papua), mengumumkan bahwa tersangka Luis Gedi dan Ferdinand Pakage telah mengaku telah menyerang polisi pada tanggal 16 Maret.

Sebanyak 23 orang didakwa sehubungan dengan kasus ini, akan tetapi Gedi dan Pakage dikenai tuduhan terberat dari semua terdakwa. Mereka didakwa dengan pasal 212 dalam hubungannya dengan pasal 214, ayat 2, yang menunjuk pada melawan aparat keamanan dalam melaksanakan tugasnya, serta mengakibatkan hilangnya nyawa anggota pasukan keamanan informasi ini berdasarkan update kasus ini yang diterbitkan oleh SKP pada 12 Juni 2006.

Keterangan yang didokumentasikan oleh pengacara hak asasi manusia dan para peneliti sangat kuat menunjukkan bahwa setiap pengakuan yang berkaitan dengan kasus ini dilakukan di bawah penyiksaan. Ketika Aliansi Demokrasi untuk Papua (Aliansi Demokrasi untuk Papua, ALDP) berbicara kepada Luis Gedi pada tahun 2012, dia dilaporkan menegaskan bahwa ia tidak terlibat dalam pembunuhan, seperti yang telah diakuinya pada awal proses persidangan. Ketika wartawan Andreas Harsono bertemu Pakage dan Gedi di penjara, dia juga diberitahu oleh Gedi bahwa dirinya telah dipaksa untuk mengakui terlibat atas pembunuhan polisi Rahman Arizona, dan untuk memberikan kepada polisi nama yang lain lagi. Di bawah penyiksaan, ia telah memberikan nama temannya, Ferdinand Pakage.

Setelah persidangan, ‘Tim Advokasi untuk bentrokan Abepura 16 Maret 2006’ telah menerbitkan sebuah laporan mengenai persidangan. Laporan tim menyebutkan bahwa jaksa dan hakim hanya terfokus pada upaya mencapai hasil persidangan agar sesuai dengan apa yang sebenarnya sudah diputuskan. Dilaporkan juga bahwa para jaksa dan hakim telah mendasarkan argumen-argumen mereka pada berkas-berkas awal yang telah disiapkan selama penyelidikan polisi (BAP), dan mengabaikan fakta bahwa sebagian besar dari para terdakwa membantah isi berkas tersebut karena pernyataan-pernyataan yang termuat dalam BAP tersebut mereka nyatakan dalam situasi di bawah penyiksaan. Suasana selama persidangan dikatakan mengintimidasi, dengan hadirnya polisi berseragam dan para petugas intelijen yang hadir di setiap sesi. Pada dua sesi tanggal 17 dan 24 Mei, terdakwa terluka atau menerima ancaman kematian dari anggota Brimob, setelah mereka menolak dakwaan. Pada tanggal 12 Juli, para anggota unit Brimob membawa anggota keluarga dari kedua orang anggota polisi yang tewas dalam insiden itu ke ruang tahanan dimana mereka membawa pisau dan mengancam para terdakwa untuk mengakui telah membunuh kerabat mereka.

Sebuah tinjauan yang dikeluarkan oleh Amnesty International menyebutkan bahwa empat orang pengacara dari tim penasehat hukum yang terlibat dalam pembelaan kasus ini serta tiga orang pekerja hak asasi manusia, anggota dari kelompok hak asasi manusia yang bekerja pada kasus ini diikuti dan menerima berbagai pesan intimidasi melalui SMS, termasuk juga ancaman kematian.

Laporan Tim Advokasi juga mencatat bahwa hukuman 15 tahun penjara yang ditetapkan bagi Luis Gedi adalah tiga tahun melebihi tuntutan Jaksa yaitu 12 tahun.

Ketika ALDP bertemu Gedi pada akhir tahun 2011, ia diijinkan meninggalkan penjara dari waktu ke waktu untuk membeli peralatan bagi pekerjaan kebersihan yang dia lakukan, mengunjungi keluarganya dan untuk mengurus kuburan orangtuanya. Dia berharap bahwa dia akan memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat pada tahun 2013.

Setelah 7 tahun, 2 bulan dan 5 hari di penjara, Luis Gedi dibebaskan pada 21 Mei 2013, dengan syarat dia wajib lapor ke polisi hingga 2016.

Sumber-sumber
Advocacy team for the Abepura clash of 16 March 2006, “The report of the hearing of the case relating to the clash in Abepura on 16 March 2006 in the Abepura state court,” 21 August 2006, http://www.faithbasednetworkonwestpapua.org/userfiles/files/FurtherReading/GFSR(1).pdf

Aliansi Demokrasi untuk Papua, “Luis Gedi: Saya Belajar Tidak Menyimpan Dendam,” 17 December 2011, http://www.aldepe.com/2011/12/luis-gedi-saya-belajar-tidak-menyimpan.html

Amnesty International, ASA 21/015/2006, 5 September 2006, http://amnesty.org/en/library/asset/ASA21/015/2006/en/ada1adfd-f9d4-11dd-b1b0-c961f7df9c35/asa210152006en.pdf

Andreas Harsono, “Belajar Dari Filep Karma”, 24 February 2011, http://www.andreasharsono.net/2010/11/belajar-dari-filep-karma.html

Indonesian Working Group on Advocacy against Torture, “Annex-Shadow Report,” May 2008, http://www.elsam.or.id/downloads/1266673146_Annex_Shadow_Report_CAT.pdf

SKP Jayapura, “Memoria Passionis di Papua 2006,” 2008, http://www.papuaweb.org/dlib/baru/skp-2008-mp2006.pdf

SKP Jayapura, “Civil rights of Abepura 16 March 2006 suspects threatened,” 12 June 2006, http://lists.topica.com/lists/[email protected]/read/message.html?sort=d&mid=812195950&start=28650

Majalah Selangkah, “Politik, Hukum & HAM Tapol Papua, Luis Gedi Bebas,” 21 May 2013, http://majalahselangkah.com/content/tapol-papua-luis-gedi-bebas

Tabloid Jubi, “Tahanan Politik Luis Gedi Bebas Bersyarat,” 21 May 2013, http://tabloidjubi.com/2013/05/21/tahanan-politik-luis-gedi-bebas-bersyarat/

[google-translator]