On 30 April 2013, a group of community members gathered at the house of Isak Kalaibin to commemorate the 50th anniversary of the administrative transfer of Papua to Indonesia, with the intention of holding prayer sessions. Reports from local human rights sources state that at around 20:00 Papuan time, security forces comprised of police and military officials in four vehicles fired warning shots, agitating the crowd who then proceeded towards the vehicles. Security forces responded by firing into the crowd for 20 minutes, causing the death of two activists, Apner Malagawak and Thomas Blesia. A third activist, Salomina Kalaibin, the sister of Isak Kalaibin, later died in hospital under suspicious circumstances.
Isak Kalaibin, Klemens Kodimko, Obeth Kamesrar, Antonius Saruf, Obaja Kamesrar, Yordan Magablo and Hengky Mangamis were charged with conspiracy to commit treason under Articles 106 and 110 of the Indonesian Criminal Code and possession of weapons under Emergency Law 12/1951. The seven activists received legal accompaniment from the Institute of Research, Analysis and Development for Legal Aid (Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum, LP3BH) and members of the Civil Society Coalition for the Upholding of Law and Human Rights in Papua.
According to LP3BH, the seven activists faced restricted access to their lawyers while in detention in Sorong police station. Police reportedly cited Article 115 of the Criminal Procedure Code, which states that in cases of suspected treason, lawyers may observe the interrogation but may not actually hear what is being said. This practice is in contravention of the UN Basic Principles on the Role of Lawyers.
On 26 August 2013, prosecutors presented three witnesses, two of whom were reportedly not present at the time of the incident on 30 April. Defence lawyers objected to the Prosecutor’s submission of these two witnesses – the head of Aimas District government and the head of the government National Unity office (Kantor Kesatuan Bangsa, Kesbang) in Manokwari. Defence lawyers also questioned the issue of a flag-raising pole, mentioned in the police investigation report (berita acara pemeriksaan, BAP) and prosecution letter (surat dakwaan), used as evidence against the seven activists. They argued that that no such object was present during the incident. The seven men were forced to testify against each other and defence lawyers expressed disappointment with judges when they moved to accuse Isak Kalaibin when he was called to the stand as a witness on behalf of Obaja Kamesrar.
In November 2013, human rights lawyers reported that Obeth Kamesrar appeared to suffer from trauma while in detention and had reportedly been silent since his arrest. In September and October 2013, lawyers also reported the deteriorating physical condition of Antonius Saruf and Klemens Kodimko. Saruf suffered from an existing heart condition which was exacerbated by stress caused by his detention and trial while Kodimko suffered acute gastric pains.
On 3 December 2013, Klemens Kodimko, Obaja Kamesrar, Obeth Kamesrar, Antonius Saruf, Yordan Magablo and Hengky Mangamis were sentenced to 1.5 years’ imprisonment for conspiracy to commit treason under Articles 106 and 110. Isak Kalaibin who faced an additional charge of possession of weapons under Emergency Law 12/1951 received a prison sentence of 3.5 years.
The National Commission on Human Rights (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komnas HAM) visited Aimas as part of its investigations into the shootings on 30 April. A statement by LP3BH asserts that the investigations were inconclusive. At the time of writing, the findings of the Komnas HAM investigations have not yet been published.
On 1 November 2014, Obeth Kamesrar, Antonius Saruf, Obaja Kamesrar, Yordan Magablo, Hengky Mangamis and Klemens Kodimko were released following the end of their prison sentences.
Sources
Email correspondence with human rights lawyers, August – December 2013
“Sidang Makar Aimas Terkesan Dipaksakan,” Tabloid Jubi, 28 August 2013, http://tabloidjubi.com/2013/08/28/sidang-makar-aimas-terkesan-dipaksakan/
LP3BH statement, “Surat Dakwaan untuk 7 [Tujuh] Tersangka Makar Aimas-Sorong,” 6 August 2013
LP3BH statement, “7 tersangka “Makar” Aimas ke PN. Sorong, Impunitas tetap,” 2 August 2013
“Kapolres Sorong Dituding Halangi Hak Isak Klaibin Cs,” Tabloid Jubi, 16 May 2013, http://tabloidjubi.com/2013/05/16/kapolres-sorong-dituding-halangi-hak-isak-klaibin-cs/
“Enam Tersangka Aimas Dituduh Melakukan Makar,” Suara Papua, 10 May 2013, http://suarapapua.com/2013/05/enam-tersangka-aimas-dituduh-melakukan-makar/
“Enam Warga Sorong Jadi Tersangka Makar,” ALDP Papua, 10 May 2013, http://www.aldp-papua.com/enam-warga-sorong-jadi-tersangka-makar/
Report received by email from local human rights source entitled “Kronologis penembakan Masyarakat Sipil di Aimas Kabupaten Sorong,” 8 May 2013
“Aktivis Papua Kecam Penembakan Sorong,” ALDP Papua, 5 May 2013, http://www.aldp-papua.com/aktivis-papua-kecam-penembakan-sorong/
UN Basic Principles on the Role of Lawyers.
Last updated: 23 April 2014 Pada tanggal 30 April 2013, sekelompok anggota masyarakat berkumpul di rumah Isak Klaibin untuk memperingati ulang tahun ke-50 peralihan pemerintahan dari Papua ke Indonesia dengan tujuan mengadakan upacara doa. Laporan dari aktivis HAM setempat menyatakan yang sekitar pukul 20:00 waktu Papua, aparat keamanan yang terdiri dari polisi dan militer dengan menggunakan empat kendaraan, melepaskan tembakan amaran terhadap para demonstran yang sudah rusuh menyebabkan para demonstran langsung menuju menhampiri ke kendaraan tersebut. Pasukan keamanan membalas dengan menembak ke kerumunan selama 20 menit, menyebabkan kematian dua aktivis, Apner Malagawak dan Thomas Blesia. Seorang aktivis ketiga, Salomina Klaibin, adik Isak Klaibin, kemudian meninggal di rumah sakit dalam keadaan mencurigakan.
Klemens Kodimko, Isak Klaibin, Obeth Kamesrar, Antonius Safuf, Obaja Kamesrar, Yordan Magablo and Hengky Mangamis telah didakwa dengan Pasal 106 dan 110 KUHP Indonesia atas tuduhan makar . Ketujuh aktivis menerima perwakilan hukum dari Lembaga Penelitian Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) dan anggota Koalisi Penegakan Hukum dan HAM di Papua.
Menurut sumber dari LP3BH, tujuh aktivis tersebut menghadapi akses terbatas ke pengacara hukum semasa ditahan di Polsek Sorong. Polisi dilaporkan telah mengutip Pasal 115 KUHAP, menyatakan bahwa dalam kasus dugaan makar, pengacara dapat mengamati interogasi tanpa benar-benar mendengar apa yang dikatakan. Praktek ini bertentangan dengan Prinsip-prinsip Dasar PBB tentang Peran Pengacara (UN Basic Principles on the Role of Lawyers).
Pada 26 Agustus 2013, jaksa penuntut umum telah mengajukan tiga orang saksi di persidangan di mana dilaporkan dua di antaranya tidak hadir pada saat kejadian pada tanggal 30 April. Para pengacara pembela menolak kedua-dua saksi Jaksa penuntut umum di mana mereka terdiri dari – kepala Walikota Kabupaten Aimas dan kepala Kesbang di Manokwari. Pada 26 Ogos 2013, jaksa penuntut umum telah mengajukan tiga orang saksi di persidangan di mana dilaporkan dua di antaranya tidak hadir pada saat kejadian pada tanggal 30 April. Para pengacara pembela menolak kedua-dua saksi Jaksa penuntut umum di mana mereka terdiri dari – kepala Walikota Kabupaten Aimas dan kepala Kesbang di Manokwari. Pengacara bela juga mempertanyakan isu pengibaran bendera tiang yang disebutkan dalam laporan investigasi (Berita Acara Pemeriksaan) dan surat dakwaan di mana ianya digunakan sebagai bukti terhadap tujuh aktivis tersebut. Mereka menolak hal tersebut menyatakan bahwa tidak ada bukti tersebut dalam insiden itu. Semua tujuh tahanan dipaksa untuk memberikan kenyataan saksi terhadap satu sama lain dan pengacara bela menyatakan kekecewaannya dengan kehakiman ketika Isak Klaibin dipanggil untuk berdiri sebagai saksi atas nama Obaja Kamesrar.
Pada November 2013, pengacara HAM melaporkan bahwa Obeth Kamesrar tampaknya menderita trauma dalam tahanan dan dilaporkan telah diam sejak penangkapannya. Pada bulan September dan Oktober 2013, pengacara HAM melaporkan kondisi Antonius Saruf dan Klemens Kodimko fisiknya yang memburuk. Ketika pengacara meminta akses medis untuk Kodimko, hakim memberitahu mereka bahwa mereka hanya diizinkan untuk mengunjunginya di penjara dengan obat dengan koordinasi otoritas penjara. Obeth Kamesrar, seorang tahanan tua dari 68 tahun dilaporkan mendiam sejak penangkapannya dan tampaknya menderita trauma.
Pada 3 Desember 2013, Isak Klaibin menerima hukuman 3.5 tahun penjara karena memiliki senjata berdasarkan UU Darurat 12/1951 dan konspirasi untuk melakukan makar di bawah Pasal 106 dan 110. Enam tahanan lainnya didakwa dengan konspirasi untuk melakukan makar dan menerima penjara hukuman 1.5 tahun masing-masing. Hakim telah menganggap Klaibin sebagai pemimpin perkumpulan tersebut pada 30 April. Pengacara bela mengajukan banding untuk Isak Klaibin terhadap hukuman penjara, tapi ini ditolak oleh Pengadilan Tinggi Sorong.
Komnas HAM mengunjungi Aimas dengan tujuan penyelidikan ke dalam penembakan pada tanggal 30 April. Sebuah pernyataan oleh LP3BH menyatakan bahwa penyelidikan tersebut tetap tidak meyakinkan. Pada saat penulisan, hasil penyelidikan Komnas HAM belum diterbitkan.
Sumber
Email dengan pengacara HAM, August – Desember 2013
“Sidang Makar Aimas Terkesan Dipaksakan,” Tabloid Jubi, 28 Agustus 2013, http://tabloidjubi.com/2013/08/28/sidang-makar-aimas-terkesan-dipaksakan/
Kenyaatan LP3BH, “Surat Dakwaan untuk 7 [Tujuh] Tersangka Makar Aimas-Sorong,” 6 Agustus 2013
Kenyataan LP3BH, “7 tersangka “Makar” Aimas ke PN. Sorong, Impunitas tetap,” 2 Agustus 2013
“Kapolres Sorong Dituding Halangi Hak Isak Klaibin Cs,” Tabloid Jubi, 16 Mei 2013, http://tabloidjubi.com/2013/05/16/kapolres-sorong-dituding-halangi-hak-isak-klaibin-cs/
“Enam Tersangka Aimas Dituduh Melakukan Makar,” Suara Papua, 10 Mei 2013, http://suarapapua.com/2013/05/enam-tersangka-aimas-dituduh-melakukan-makar/
“Enam Warga Sorong Jadi Tersangka Makar,” ALDP Papua, 10 Mei 2013, http://www.aldp-papua.com/enam-warga-sorong-jadi-tersangka-makar/
Laporan dari sumber HAM setempat bernama “Kronologis penembakan Masyarakat Sipil di Aimas Kabupaten Sorong,” 8 Mei 2013
“Aktivis Papua Kecam Penembakan Sorong,” ALDP Papua, 5 Mei 2013, http://www.aldp-papua.com/aktivis-papua-kecam-penembakan-sorong/